Sabtu, 17 Juli 2010

Berlebihan yang Tidak Bernilai Lebih

Bumi kita, tempat dimana kita berpijak, makan, tidur, bekerja hingga melakukan aktivitas-aktivitas sehari-hari merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi kita dan perlu kita jaga. Segala hal yang ada di dalamnya merupakan pemberian sang pencipta sehingga menjadikan kita semakin sempurna. Sempurna dalam bertindak dan berperilaku. Sempurna dalam menikmati apa yang ada telah bumi ini sediakan.

Setiap hari, setiap pagi, siang, sore ataupun malam, kita tidak pernah lepas dari kata 'makan'. Baik itu makan pagi, makan siang ataupun makan malam. Artinya, akan ada sesuatu yang dikonsumsi oleh seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini. Tidak hanya makan, kita pun akan merasa untuk memiliki sesuatu yang berarti yang akan terus bertambah berdasarkan tingginya rasa ingin memiliki yang kita simpan masing-masing.

Sebagai umat, manusia, kita patut bersyukur karena kita diberikan makhluk yang paling sempurna. Sempurna karena kita dilengkapi oleh akal dan pikiran. Sempurna pula karena wujudnya. Akal dan pikiran yang diberikan kepada sang khalik merupakan tanggung jawab kita untuk menjaga dan memelihara. Akal dan pikiran kita akan menentukan jalan yang akan kita tempuh, dimana setiap jarak tempuh dalam satuan tertentu tidak luput dari kontaminasi berupa dosa.

Jika memang kita diberikan akal dan pikiran, maka kita 'dituntut' untuk mengarahkannya ke arah yang semestinya, layaknya hujan yang turun ke bawah dan cahaya yang merambat lurus. Kendatipun ada 'distorsi kehidupan', maka secepatnya atau seyogyanya diperbaiki. Distorsi kehidupan merupakan sesuatu yang tidak normal, namun umum terjadi. Dalam hidup, manusia tidak mungkin terbebas dari distorsi ini. Berlebihan merupakan satu dari beragam distorsi kehidupan yang perlu dipahami dan diperbaiki.

Pernahkah anda melihat banjir atau bahkan pernah terjebak di dalamnya? Banjir disebabkan oleh berbagai macam sebab, mulai dari mampetnya saluran air/drainase hingga debit air yang 'berlebih'. Semua tergantung dari pemikiran masing-masing.

Contoh lain adalah api. Setiap orang pasti tahu; lilin, lentera dan obor mampu menerangi jalan kita pada malam hari, tetapi bisa juga menjadi petaka yang mengakibatkan kerugian material hingga jiwa. Bila kita mencukupi jumlahnya maka api akan menjadi sahabat bagi kita. Bila jumlahnya terlalu besar, maka akan membahayakan diri kita sendiri bahkan orang lain.

Anda mungkin pernah mendengar kata 4 sehat 5 sempurna, atau hal yang sama yang intinya mengajak anda untuk menjadi sehat dengan mengkonsumsi 4 sehat 5 sempurna. Jika anda melakukannya, berarti anda sangat memperhatikan kesehatan terutama pola makan anda. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa yang anda makan itu 'cukup'; tidak kurang dan tidak lebih.

Sebagai contoh nasi yang kita makan sehari-hari, jika kita memakannya dalam keadaan kurang, maka tubuh kita tidak tercukupi kebutuhanya yang akhirnya membuatnya bekerja lebih keras, atau lain sebagainya. Sebaiknya, jika kelebihan nasi, maka karbohidrat yang terdapat dalam nasi yang kemudian kita cerna akan menguap dan berakibat sering mengantuknya kita.

Kita semua tahu, sayuran dan tahu-tempe baik untuk kesehatan. Sayuran mengandung zat besi yang tinggi, dimana zat besi sangat dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan. Namun, jika kita mengkonsumsinya dalam keadaan berlebih akan menjadi berbahaya karena dapat meningkatkan resiko kita terkena penyakit ginjal. Tahu-tempe memiliki protein yang dapat memberi energi untuk otot-otot kita agar dapat bergerak. Namun, menkonsumsinya secara berlebihan malah membuat protein-protein tersebut menjadi asam urat.

Apa inti dari paragraf di atas? Tidakkah tujuan dari kita makan adalah untuk sehat? Ya! Jika berlebihan, maka hal tersebut tidak lagi bisa dikatakan sehat. Jika anda melihat hal-hal yang yang lucu, tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Namun, janganlah terlalu berlebihan.

Kamis, 15 Juli 2010

Benahi Indonesia Kita

Indonesia. Negara yang merupakan sebuah kesatuan atas pulau-pulau kecil maupun besar yang didalamnya dihuni oleh penduduk-penduduk yang memiliki suku, agama dan ras yang berbeda-beda. Sebuah fenomena yang jarang ditemukan di negara lain. Perbedaan-perbedaan inilah yang kemudian menjadi nilai lebih dari sebuah Negara kesatuan Republik Indonesia yang sampai saat ini masih terjaga. Sehingga tidaklah salah kita mewarisi nilai-nilai kebudayaan yang positif yang terkandung di dalamnya.

Kekayaan alam yang berlimpah ruah, dimana tongkat kayu dan batu menjadi tanaman, sudah tidak diragukan lagi karena di dalam negeri yang subur ini, segalanya bisa tumbuh. Sudah sepantasnya NKRI ini menjadi negeri yang paling membanggakan karena potensinya yang besar yang belum tentu dimiliki oleh negara lain. Sumber daya alam yang berlimpah sudah semestinya memberikan kecukupan bagi penduduk-penduduk di dalamnya. Bahkan, banyaknya sumber daya alam tersebut dapat meningkatkan devisa negara bila dikelola dengan semestinya.

Ironinya, apa yang baru saja dikatakan di atas tidaklah semua benar. Negeri kita memang berlimpah akan sumber daya alamnya. Tetapi tidak bijak dalam mengolah dan memanfaatkannya. Negeri kita memang memiliki kebudayaan yang beraneka-ragam. Sayang, keanekaragaman tersebut begitu saja tidak diperhatikan sehingga kita baru bisa bertindak jika sudah ada pihak dari luar yang asal-klaim. Nilai-nilai moral yang tertanam pada diri adik-adik, kakak-kakak, maupun siapa saja sudah tidak setebal yang dahulu.

Deforestasi hampir dapat ditemukan dimana saja. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya sudah tidak banyak ditemukan tempat yang masih terjaga lingkungannya. Kalaupun ada, itu merupakan pengelolaan yang bersifat subjektif dan untuk golongan tertentu. Atau harus dijaga dengan inisiatif yang tinggi yang sifatnya cenderung temporer. Bila hal ini masih terjadi, bisa-bisa Indonesia tidak lagi menyimpan hutan yang menjadi paru-paru dunia.

Kebijakan-kebijakan yang tidak konsisten dan tidak sistematis juga tidak luput untuk dievaluasi. Pasalnya, hampir setiap kebijakan yang pernah dibuat dalam hal membangun lingkungan yang baik masih mengalami jalan buntu. Belum lagi makin meningkatnya teori-teori pemberdayaan sumber daya manusia melalui dibangunnya lahan-lahan pekerjaan yang berupa beton-beton yang nyaris melewati peraturan pemerintah yang mewajibkan untuk menyisakan 20% lahan bangunan untuk ditanami area hijau.

Sedikit melihat sisi kemanusiaan, kesemrawutan hampir terjadi dimana-mana. Di kampung-kampung pinggiran kota maupun di jalanan yang setiap harinya dilalui oleh pejalan kaki yang tidak kurang dari 1000 orang per meter persegi. Pemukiman-pemukiman tak berIMB menambah daftar panjang kesemrawutan. Jika kita sedikit bergeser ke jalan, tak jarang ditemukan kemacetan dan pengendara yang saling mau menang sendiri dalam berkendara. Angkutan-angkutan kota (angkot) yang nge'Tem' juga harus bertanggung jawab atas kesemrawutan lalulintas begitu pun dengan para penumpang yang meminta supir angkkot untuk turun di sembarang tempat dan memicu kemacetan.

Oke, kalau terus dilanjutkan mungkin gak ade matinye. Sudah saatnya kita benahi apa yang bisa kita benahi. mulai dari diri kita sendiri, mulai dari yang paling kecil hingga seterusnya. Jadilah sebuah perubahan sehingga tidak ada lagi yang semrawut dan bikin ribut. Jadikanlah setiap diri kita bertoleransi, saling menghargai dan terbuka. Mulailah memperbaiki kinerja SDM kita. Mulailah untuk bangun pagi, menikmati dinginnya embun pagi dan langit biru yang memutih. Tanamkan disipilin dan berjanjilah bahwa hari ini saya akan membenahi Indonesia!!!

Rabu, 14 Juli 2010

Masa Orientasi Bukanlah Ajang 'Kekerasan'

Setiap tahun, kita selalu mendengar istilah tahun ajaran baru. Bagi teman-teman yang menaiki jenjang SMP, SMA maupun Perkuliahan, kita akan dihadapkan pada sebuah kehidupan baru. Kita akan bertemu dengan teman-teman kita yang tingkatannya di atas kita. Pertama kali kita menginjakkan kaki di sekolah atau tempat menimba ilmu yang baru, kita akan dihadapkan dengan atau 'Masa Orientasi'.

MOS atau Masa Orientasi Siswa adalah suatu pengenalan yang diberikan kepada siswa-siswa tahun ajaran baru yang menduduki jenjang pendidikan yang baru, baik seorang siswa/siswi SD yang menduduki jenjang SMP, seorang siswa/siswi SMP yang menduduki jenjang SMA hingga siswa siswa/siswi SMA yang menduduki jenjang perkuliahan, baik itu Diploma ataupun Sarjana. Pada masa perkuliahan, dikenal dengan nama 'OSPEK' atau 'Orientasi Perkuliahan'

MOS berarti mengenalkan sesuatu yang baru kepada calon-calon siswa/siswi baru yang menduduki jenjang yang baru, baik itu lingkungan sekolah, guru-guru yang akan menjadi pembimbing, ruang kelas dan lain sebagainya. Para siswa/siswi baru akan diajarkan mengenai bagaimana caranya beradaptasi terhadap lingkungan sekolah yang baru. Tidak jauh berbeda dengan dunia perkuliahan, para calon mahasiswa akan diperkenalkan mengenai 'Kehidupan Kampus'.

Ironisnya, banyak pelaksana-pelaksana pendidikan yang kurang memperhatikan Masa Orientasi yang seringkali 'disalahgunakan'. Tidak sedikit sekolah-sekolah atau kampus-kampus yang masih menanamkan 'militerisasi' kepada setiap calon didikannya yang baru. Mereka 'menggembleng' calon-calon siswa atau mahasiswa baru tersebut secara berlebihan, dimana hukuman fisik kerap kali diterapkan. Teriakan dan bentakan dari kakak-kakak senior tidak luput dalam makanan sehari-hari calon-calon didikan baru tersebut.

Lalu, apa hanya itu saja? Apakah hanya sebatas kekerasan fisik dan mental saja? ternyata tidak! Kostum atau pakaian-pakaian yang diwajibkan mengenai didikan-didikan baru tersebut juga diatur sedemikian anehnya sehingga tidak mencerminkan bahwa mereka bukanlah calon terdidik, melainkan calon yang akan menjadi bahan ejekan di lingkungan baru mereka.

Lalu apa yang dapat dipetik dari manfaat positif dari kegiatan ini? Apa yang diajarkan kakak-kakak senior kepada adik-adiknya? Kekerasan? Balas dendam? Sok jagoan? Itukah didikan kepada junior-juniornya?

Tidak semestinya mereka melakukan hal-hal tersebut dan tidak semestinya mereka diperlakukan seperti itu. Tidakkah hal-hal tersebut termasuk ke dalam kekerasan?

Untuk itu, saya sangat berharap mengenai adanya perubahan, adanya sesuatu yang bisa memperbaiki kualitas pendidikan kita. Sesuatu yang mestinya bisa kita ubah, karena kitalah yang terlibat dalam dunia pendidikan. Mulailah menanamkan sifat untuk saling menghargai dan saling menyayangi. Janganlah ada rasa balas dendam diantara kakak senior dan junior, Marilah ciptakan kehidupan lingkungan kita yang kompak dan bersahabat.